Jangan mengajukan mutasi di tahun 2012-2013!
Mungkin himbauan ini benar. Sebab, dalam dua tahun ini pemerintah memang sedang
serius menata dan memeratakan guru. Keseriusan pemerintah ini dinyatakan dalam Peraturan bersama menteri pendidikan nasional, menteri negara pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi, menteri dalam negeri, menteri
keuangan, dan menteri agama Nomor 05/x/pb/2011, spb/03/m.pan-rb/10/2011, 48
tahun 2011, 158/pmk. 01/2011, 11 tahun 2011, tentang penataan dan pemerataan
guru Pegawai negeri Sipil (PNS). Peraturan bersama dari lima kementerian ini
selanjutnya dikenal dengan SKB 5 Menteri (Surat Keputusan Bersama 5 Menteri).
SKB 5 Menteri yang
ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011, dan diberlakukan mulai 2 Januari 2012
ini dimaksudkan untuk mengatasi adanya kesenjangan pemerataan guru. Sudah menjadi
wacana umum bahwa ketercukupan guru di beberapa wilayah di Indonesia masih
belum merata. Di beberapa daerah, mengalami kekurangan guru, sementara di
wilayah lain mengalami kelebihan. Dampak lanjutan dari kondisi ini adalah guru
di beberapa sekolah mengalami kekurangan jam tatap muka, padahal tuntutan pemenuhan beban kerja guru minimal 24 jam per
minggu. Sementara di wilayah lain yang mengalami kekurangan guru, beban kerja
guru bisa melampaui batas karena kekurangan guru.
Kesenjangan
ternyata tidak hanya terjadi anatarwilayah saja, tetapi dalam satu wilayah pun
dimungkinkan terjadi kesenjangan guru antarjenjang. Misalnya saja, kebutuhan
guru di SD mungkin terpenuhi terutama untuk guru kelas, tetapi tidak demikian
pada jenjang SMP, SMA, ataupun SMK. Melalui SKB 5 Menteri ini pemerintah
berkomitmen untuk bisa melakukan penataan dan pemerataan guru antarjenjang (SD,
SMP, SMA/MA/SMK), antarjenis, antarsatuan pendidikan, antarkota/kabupaten,
bahkan antarprovinsi di seluruh Indonesia. Untuk bisa mewujudkan upaya
tersebut, Kemendikbud sudah menyusun petunjuk teknis (juknis) sebagai acuan
dalam mengimplementasikan pasal-pasal
dalam SKB 5 Menteri.
Upaya Cermat
Mempelajari
juknis tentang penataan dan pemerataan guru, tampak sekali kecermatan
pemerintah untuk bisa memeratakan guru sekaligus membantu guru agar dapat memenuhi beban mengajar 24
jam. Hal ini terwujud dalam rumus yang digunakan untuk menghitung kebutuhan
guru di setiap sekolah. Adanya perbedaan rumus penghitungan kebutuhan guru di
SD, SDLB, SMP, SMA/MA, dan SMK menunjukkan bahwa pemerintah sangat cermat dalam
menata dan memeratakan guru.
Artinya,
jika penghitungan dengan rumus menunjukkan bahwa guru di sebuah sekolah
tersebut berlebih, maka kelebihan guru tersebut harus dibantu untuk pemenuhan
beban mengajarnya agar mencapai 24 jam. Hal ini bisa dilakukan dengan pemenuhan
jam mengajar di sekolah lain, baik pada jenjang yang sama, maupun pada jenjang
yang berbeda. Jika hal ini tetap sulit dilakukan (karena sekolah lain juga
menghadapi masalah yang serupa), maka guru yang bersangkutan bisa dipindahkan
ke wilayah lain yang lebih membutuhkan.
Jika
demikian, siapa guru yang diprioritaskan untuk mendapatkan jam mengajar 24 jam,
dan siapa yang menghadapi kemungkinan untuk dipindahkan jika sekolah mengalami
kelebihan guru? Pada halaman 44 juknis SKB 5 Menteri dinyatakan bahwa pemenuhan
jam mengajar 24 jam diprioritaskan pada guru dengan kriteria; bersertifikat
pendidik, memiliki masa kerja yang tinggi, pangkat dan golongan tertinggi,
mengampu maple sesuai dengan ijazah, memperoleh angka kredit yang tinggi, memiliki tugas tambahan, dan
hasil PKG yang bagus. Dengan demikian, terjawab pula siapa guru yang paling
mungkin untuk dimutasi, yakni guru yang belum bersertifikasi; guru yang masa
kerjanya masih rendah; guru yang mengajar mapel berbeda dari ijazahnya; guru
yang angka kreditnya rendah; guru yang tidak memiliki tugas tambahan (sesuai
permen 39 tahun 2009), atau guru yang nilai PKG-nya rendah.
Apa
pun dampaknya bagi guru, SKB 5 Menteri sudah dirancang dan disusun dengan
kecermatan untuk mengoptimalkan pemberdayaan guru PNS. Oleh karena itu
sebaiknya disikapi secara bijak oleh dunia pendidikan, khususnya para guru.